Menggelengkan kepala, mengangguk-anggukkan kepala dengan
keras, memutarkan kepala seperti kincir angin, atau bahkan membenturkanya ke
panggung, bisa jadi inilah formula terbaik untuk menikmati musik metal bagi
para head bangers. Sebuah istilah yang merujuk pada mereka yang menggemari
musik-musik cadas. Para head bangers selalu memiliki gaya tersendiri dalam
menikmatinya.
Head banger sebenarnya merujuk pada sebuah istilah pada jenis tarian yang biasa dilakukan oleh para penonton dan band-band dengan aliran musik cadas, yakni headbanging. Dalam Wikipedia, head banging ini merupakan jenis tarian yang melibatkan gerakan kepala yang cukup keras, yakni dengan menggeleng sesuai dengan ritme atau tempo musik hingga membenturkan kepala selama musik berlangsung. Jenis tarian ini biasanya mengiringi jenis musik rock atau musik-musik dengan genre heavy metal.
Asal usul keberadaan head banger sebagai sebuah istilah untuk mewakili komunitas para pencinta musik cadas seperti yang ada saat ini tak lepar dari aksi panggung para penonton konser tur pertama Led Zeppelin di Amerika pada 1967. Saat itu, para penonton yang berada di barisan pertama membentur-bentukan kepala mereka ke sisi panggung selama konser yang berlangsung di Boston Tea Party. Aksi mereka kemudian disebut dengan headbanging.
Sejak itu, aksi penonton tersebut seolah menjadi tarian wajib bagi setiap konser musik-musik cadas yang berlangsung atau pun menjadi cara terbaik untuk mengikuti musik-musik metal ini. Gayanya ditiru dan menjadi trademark tersendiri bagaimana mereka menikmati musik jenis ini. Para pelakunya kemudian menjelma menjadi para headbanger yang diidentikkan dengan anggukan, gelengan, dan benturan kepala untuk menikmati detik per detik musik cadas yang dimainkan.
Bagi penikmatnya, rasanya tak lengkap jika harus menikmati musik metal hanya dengan duduk diam tanpa kepala mereka menggeleng-geleng atau bahkan berputar-putar seperti kincir angin. "Headbang for happy," .
Head banger sebenarnya merujuk pada sebuah istilah pada jenis tarian yang biasa dilakukan oleh para penonton dan band-band dengan aliran musik cadas, yakni headbanging. Dalam Wikipedia, head banging ini merupakan jenis tarian yang melibatkan gerakan kepala yang cukup keras, yakni dengan menggeleng sesuai dengan ritme atau tempo musik hingga membenturkan kepala selama musik berlangsung. Jenis tarian ini biasanya mengiringi jenis musik rock atau musik-musik dengan genre heavy metal.
Asal usul keberadaan head banger sebagai sebuah istilah untuk mewakili komunitas para pencinta musik cadas seperti yang ada saat ini tak lepar dari aksi panggung para penonton konser tur pertama Led Zeppelin di Amerika pada 1967. Saat itu, para penonton yang berada di barisan pertama membentur-bentukan kepala mereka ke sisi panggung selama konser yang berlangsung di Boston Tea Party. Aksi mereka kemudian disebut dengan headbanging.
Sejak itu, aksi penonton tersebut seolah menjadi tarian wajib bagi setiap konser musik-musik cadas yang berlangsung atau pun menjadi cara terbaik untuk mengikuti musik-musik metal ini. Gayanya ditiru dan menjadi trademark tersendiri bagaimana mereka menikmati musik jenis ini. Para pelakunya kemudian menjelma menjadi para headbanger yang diidentikkan dengan anggukan, gelengan, dan benturan kepala untuk menikmati detik per detik musik cadas yang dimainkan.
Bagi penikmatnya, rasanya tak lengkap jika harus menikmati musik metal hanya dengan duduk diam tanpa kepala mereka menggeleng-geleng atau bahkan berputar-putar seperti kincir angin. "Headbang for happy," .
Headbanging sendiri memiliki beragam gaya. Tak ada rumusan baku tentang gaya tarian para headbanger ini ketika mengikuti irama musik cadas. Semua gerakan dan tarian yang mereka mainkan hanyalah urusan bagaimana cara terbaik bagi headbanger dalam menikmati musik-musik cadas yang tengah dimainkan di atas panggung.
Kadang, para headbanger menciptakan berbagai gaya yang coba mereka kombinasikan atau mereka gunakan secara besama-sama sesuai dengan selera mereka dan bagaimana tempo lagu yang dimainkan di atas panggung pertunjukan. Namun, salah satu gaya yang paling populer dari headbanger adalah kincir angin. Gerakan ini adalah headbanger memainkan kepala mereka dengan memutar seperti kincir angin. "Putar terus sampai kepala putus.
Terkadang para headbangers ini juga menikmati musik dengan
mata tertutup, atau dengan kombinasi gerakan tangan seperti tanduk, kemudian
bernyayi, berteriak-teriak dan bernyayi mengikuti lagu yang dimainkan. Pilihan
sikap tubuh para headbangers ini, biasanya ditentukan untuk mendapatkan dasar
terbaik guna menjaga keseimbangan dan menghindari terjatuh.
Waspadai Cedera Leher
Gerakan kepala yang ekstrem selama menikmati musik cadas yang dilakukan oleh para headbanger sebenarnya bukan tanpa risiko medis. Sejumlah gangguan kesehatan seperti whiplash atau bahkan stroke bisa dikaitkan dengan tindakan headbanging yang dilakukan oleh para headbanger.
Cedera kepala adalah hal yang dekat dengan aksi ekstrem para headbanger ini. Beberapa gangguan kesehatan yang mengancam para headbanger umumnya terkait dengan aksi headbanging mereka, yakni sakit kepala, leher kaku, atau bahkan pegal-pegal. Namun, dalam kondisi yang berat, headbanging yang dilakukan oleh para headbanger bisa memicu timbulnya stroke. Kasus stroke akibat aksi headbanging ini pernah dialami oleh Terry Balsamo, gitaris Evaescence pada 2005 lalu.
Terkait gangguan kesehatan whiplash, Craig Jones dari Slipknot adalah salah satu yang berurusan dengan masalah ini. Whiplash sendiri merupakan istilah nonmedis yang menggambarkan berbagai cedera pada leher yang disebabkan oleh atau berhubungan dengan distorsi tiba-tiba pada leher.
Ada beragam gejala yang menandai munculnya gangguan akibat aksi headbanging ini, mulai dari sakit pada leher, nyeri pada punggung, atau pun nyeri yang menjalar ke bahu. Dalam kasus tertentu juga bisa menimbulkan gangguan sensorik pada lengan dan kaki serta sakit kepala berat.
Lantas kapan gejala ini muncul pada para headbanger. Terkadang gejala ini bisa muncul saat itu juga. Artinya sesaat setelah aksi dilakukan. Namun, dalam banyak kasus, gejala juga bisa timbul dan dirasakan beberapa sesudahnya. Whiplash biasanya terbatas pada sumsum tulang belakang. Daerah yang paling umum dipengaruhi whiplash adalah leher dan punggung bagian tengah.
Bagaimana di Indonesia?
Headbanger di Indonesia berkembang sejalan dengan perkembangan musik cadas di Indonesia. Jumlahnya semakin banyak seiring dengan penerimaan yang semakin luas dari masyarakat terhadap aliran musik ini, terutama di kalangan remaja, meski terkadang mereka dipandang sinis.
Aliran musik ini memang memiliki segmen tersendiri bagi penggemarnya. Dalam hal ini adalah para headbanger yang kadang diidentikkan dengan hal-hal negatif, seperti tato di seluruh badan dan berbagai anggapan negatif lainnya. Aliran musik-musik cadas seperti punk, greencore, hardcore, dan black metal mulai mendapatkan ruang di Indonesia pascatumbangnya rezim Orde Lama.
Meski tak sebebas di negeri asalnya, nyatanya jenis-jenis musik ini bisa tumbuh di Tanah Air selaras dengan kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi kala itu. Dalam panggung musik Tanah Air, sikap represif pemerintah dilabrak dengan musik-musik cadas ini . "Inilah yang kerap menjadikan mereka (para headbanger) dilabeli negatif, seperti pemberontak, anti kemapanan, dan lain sebagainya," jata pemerhati musik, Denny Sakrie.
Namun, perlahan perkembangan musik-musik cadas terus mekar. Di era '90-an, eksistensi musik-musik cadas terus berkembang dengan munculnya komunitas yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Para headbanger ini tak hanya sebagai penggemar saja, tetapi juga bagian dari perkembangan musik itu sendiri " Komunitas-komunitas ini turut berperan dalam perkembangan musik-musik ini," kata Denny.
Waspadai Cedera Leher
Gerakan kepala yang ekstrem selama menikmati musik cadas yang dilakukan oleh para headbanger sebenarnya bukan tanpa risiko medis. Sejumlah gangguan kesehatan seperti whiplash atau bahkan stroke bisa dikaitkan dengan tindakan headbanging yang dilakukan oleh para headbanger.
Cedera kepala adalah hal yang dekat dengan aksi ekstrem para headbanger ini. Beberapa gangguan kesehatan yang mengancam para headbanger umumnya terkait dengan aksi headbanging mereka, yakni sakit kepala, leher kaku, atau bahkan pegal-pegal. Namun, dalam kondisi yang berat, headbanging yang dilakukan oleh para headbanger bisa memicu timbulnya stroke. Kasus stroke akibat aksi headbanging ini pernah dialami oleh Terry Balsamo, gitaris Evaescence pada 2005 lalu.
Terkait gangguan kesehatan whiplash, Craig Jones dari Slipknot adalah salah satu yang berurusan dengan masalah ini. Whiplash sendiri merupakan istilah nonmedis yang menggambarkan berbagai cedera pada leher yang disebabkan oleh atau berhubungan dengan distorsi tiba-tiba pada leher.
Ada beragam gejala yang menandai munculnya gangguan akibat aksi headbanging ini, mulai dari sakit pada leher, nyeri pada punggung, atau pun nyeri yang menjalar ke bahu. Dalam kasus tertentu juga bisa menimbulkan gangguan sensorik pada lengan dan kaki serta sakit kepala berat.
Lantas kapan gejala ini muncul pada para headbanger. Terkadang gejala ini bisa muncul saat itu juga. Artinya sesaat setelah aksi dilakukan. Namun, dalam banyak kasus, gejala juga bisa timbul dan dirasakan beberapa sesudahnya. Whiplash biasanya terbatas pada sumsum tulang belakang. Daerah yang paling umum dipengaruhi whiplash adalah leher dan punggung bagian tengah.
Bagaimana di Indonesia?
Headbanger di Indonesia berkembang sejalan dengan perkembangan musik cadas di Indonesia. Jumlahnya semakin banyak seiring dengan penerimaan yang semakin luas dari masyarakat terhadap aliran musik ini, terutama di kalangan remaja, meski terkadang mereka dipandang sinis.
Aliran musik ini memang memiliki segmen tersendiri bagi penggemarnya. Dalam hal ini adalah para headbanger yang kadang diidentikkan dengan hal-hal negatif, seperti tato di seluruh badan dan berbagai anggapan negatif lainnya. Aliran musik-musik cadas seperti punk, greencore, hardcore, dan black metal mulai mendapatkan ruang di Indonesia pascatumbangnya rezim Orde Lama.
Meski tak sebebas di negeri asalnya, nyatanya jenis-jenis musik ini bisa tumbuh di Tanah Air selaras dengan kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi kala itu. Dalam panggung musik Tanah Air, sikap represif pemerintah dilabrak dengan musik-musik cadas ini . "Inilah yang kerap menjadikan mereka (para headbanger) dilabeli negatif, seperti pemberontak, anti kemapanan, dan lain sebagainya," jata pemerhati musik, Denny Sakrie.
Namun, perlahan perkembangan musik-musik cadas terus mekar. Di era '90-an, eksistensi musik-musik cadas terus berkembang dengan munculnya komunitas yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Para headbanger ini tak hanya sebagai penggemar saja, tetapi juga bagian dari perkembangan musik itu sendiri " Komunitas-komunitas ini turut berperan dalam perkembangan musik-musik ini," kata Denny.
No comments:
Post a Comment